Pondok pesantren Tegalsari, Penjaga Mataraman

Pondok pesantren Tegalsari, Jetis, Ponorogo penjaga Mataraman yang kokoh sepanjang masa. Meski kejayaannya telah hampir punah, warisan ponpes yang didirikan Kyi Ageng Hasan Besari pada 1742 ini, telah menyebarkan virus keberagaman yang kuat dikawasan Mataraman. Berkat ajaran Kyia Hasan Besari, para santrinya banyak menempati posisi penting dalam pelbagai profesi. Sunan Paku Buwono II atau lebih dikenal Sunan Kumbul, Bagus Burhan yang dikenal sebagai Raden Ngabei Ronggo Warsito adalah seorang filo-suf dan pujangga jawa yang masyur, Bagus Harun atau yang lebih dikenal dengan Kyai Ageng Basyariyah dari Sewulan, HOS Cokroaminoto tokoh pergerakan nasional yang juga menjadi guru Soekarno sekaligus mertua-nya, serta kiai besar lainnya.
Santri besarnya adalah Bagus Darso yang dikenal dengan sebutan KH Ab-dul Manan yang mendirikan Pondok Pesantren Termas, Pacitan pada 1830. Kebesaran pondok ini selain sampai ini masih berdiri di Ujung Selatan Ja­wa Timur dengan ribuan santrinya, alumninya juga menjadi orang-orang penting di negeri ini, sebut saja misal­nya Prof. DR H Mukti Ali, MA, mantan Mentri Agama di era orde baru. Para kiai besar yang pernah menge­nyam di PP Termas bisa disebutkan antara lain, Kyai Maksum Lasem Rem­bang, Kyai Abdul Hamid Pasuruan, Kyai Muslih Mranggen Demak, dan Kyai Muhammad Munawwir Krapyak serta Kyai Arwani Kudus. Selain itu juga ada Kyai Faqih Gresik, Kyai Ali Maksum, Krapyak Yogyakarta, Kyai Makhrus Ali Kediri, Kyai Inayat Banten, Kyai Adnan Trenggalek, dan Kyai Mas- duki, Cirebon, Jendral Sarbini Jakarta serta Jedral Abdul Mannan, Surabaya, Masih banyak lagi kyai besar lain­nya yang juga memiliki ponpes be­sar dan semuanya telah melahirkan tokoh-tokoh nasional yang kelak me­warnai keberagamaan di negeri nu­santara ini. Sebut saja misalnya Kyai Ahmad Sahal pendiri ponpes Gontor Ponorogo yang juga turut menjaga bumi Mataraman yang mampu menc­etak generasi Islam yang unggul di kancah internasional.

“Lahirnya kiai-kiai besar itu jika diu­rut bersumber dari Kyai Ageng Hasan Besari pendiri Ponpes Tegalsari, Pono­rogo,” jelas Habib Suwarno (keturunan kesembilan dari Kyai Ageng Hasan Be­sari ) kepada Suara Desa. Namun kebesaran pondok yang berdiri di Desa Tegal Sari, kecamatan Jetis, ini kini hanya menyisakan arte- fak-artefak dan banbgunan heritage yang masih berdiri merana. Masjid kuno peninggalan Kyai Besari tem­pat para santri tidur dan belajar ilmu agama ini pada 1977 direhab tanpa memperhatikan nilai-nilai sejarah, se­hingga banyak sudut bangunan yang tidak asli lagi, padahal dari masjid ini Kyai Besari berhasil mengislamkan masyarakat Ponorogo dan kawasan Gunung Lawu. “Meski pada tahun berikutnya direhab dan diusahakan kembali pada bangunan aslinya masih * tetap tidak bisa,” katanya.
 
Masjid tua ini tampak megah de­ngan 36 tiangnya yang menggambar­kan jumlah wali songo (3 + 6 = 9.) Tata letak pintu dan jendela masjid juga tiang – tiang terbuat dari kayu jati tanpa menggunakan pasak me­nyerupai arsitektur Masjid Agung Demak. Di Ponpes Tegalsari ini juga tersimpan kitab berusia 400 tahun yang ditulis oleh Ronggo Warsito santri Kyai Hasan Besari. Komplek Masjid terdiri dari 3 ba­gian; Dalem gede dulunya merupakan pusat pemerintahan. 2. Masjid. 3. Kom­plek makam Kyai Ageng Hasan Besari beserta keturunanya. “Dan kesederha­naan bisa dilihat dari simbol kubah diatas masjid yang hanya terbuat dari gentong tanah berukuran kecil. Yang pasti, seluruh bangunan khususnya ti- ang-tiang masjid, meski sudah berumur ratusan tahun, hingga saat ini masih utuh seperti ketika dulu dibangun oleh Kiai Ageng Besari,” katanya,

0 komentar:

Posting Komentar