Gus Dur

Tidak penting apapun agama atau sukumu, kalau kamu melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya agamamu.

Punokawan

Ojo Dumeh.

Sunan Kalijogo

jika sudah tiba zamannya dimana sungai-sungai hilang kedalamannya (banyak orang yang berilmu yang tidak amalkan ilmunya), pasar hilang gaungnya , wanita-wanita hilang malunya maka cepat-cepatlah kalian keluar 4 bulan dari desa ke desa dari pintu ke pintu JANGANLAH PULANG sebelum mendapat HIDAYAH dari Allah swt.

Gus Mus

Kalau anda dipuji sedangkan anda merasa tidak sepantasnya dipuji, kenapa anda senang? kalau anda dicela, sedangkan anda merasa tidak sepantasnya dicela, kenapa anda marah?.

Hadratus Sayaikh KH. Hasyim Asyari

Sesungguhnya perpecahan, pertikaian, saling menghina dan fanatik madzhab adalah musibah yang nyata dan kerugian besar.

Kesulitan Belajar

0 komentar

Postingan ini dibuat untuk memenuhi tugas matakuliah multimedia PAI IV B
Dibuat oleh: Mahmud Rofi'i
Dosen : Drs. Ahmad Hasyim Fauzan, M.Pd.I


1 Pengertian Kesulitan Belajar
Setiap siswa pada prinsipnya tentu berhak memperoleh peluang untuk mencapai kinerja akademik (academic performance) yang memuaskan. Namun, dari kenyataan sehari-hari tampak jelas bahwa siswa itu memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan belajar yang terkadang sangat mencolok antara seorang siswa dengan siswa lainnya.
Sementara itu, penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah kita pada umumnya hanya ditujukan kepada para siswa yang berkemampuan rata-rata, sehingga siswa yang berkemampuan lebih atau yang berkemampuan kurang itu terabaikan. Dengan demikian, siswa-siswa yang berkategori “di luar rata-rata” itu (sangat pintar dan sangat bodoh) tidak mendapat kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya.
Kesulitan belajar adalah kondisi dimana anak dengan kemampuan intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata, namun memiliki ketidakmampuan atau kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan hambatan dalam proses persepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori, serta pemusatan perhatian, penguasaan diri, dan fungsi integrasi sensori motorik (Clement, dalam Weiner, 2003). Berdasarkan pandangan Clement tersebut maka pengertian kesulitan belajar adalah kondisi yang merupakan sindrom multidimensional yang bermanifestasi sebagai kesulitan belajar spesifik (spesific learning disabilities), hiperaktivitas dan/atau distraktibilitas dan masalah emosional
Dari sini timbullah apa yang disebut kesulitan belajar (learning difficulty) yang tidak hanya menimpa siswa berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami oleh siswa yang berkemampuan tinggi. Selain itu kesulitan belajar juga dapat dialami oleh siswa yang berkemampuan rata-rata (normal) disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja akademik yang sesuai dengan harapan.
2  Faktor-faktor Kesulitan Belajar
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk kuliah, dan sering minggat dari sekolah.
            Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam.
1.      Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam siswa sendiri.
2.      Faktor ektern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri siswa.
Kedua faktor ini meliputi aneka ragam hal dan keadaan yang antara lain tersebut dibawah ini.

A.      Faktor intern siswa
  Faktor intern siswa meliputi gangguan atau ketidakmampuan psiko-fisik siswa, yakni:
1.      Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi siswa;
2.      Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap;
3.      Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat indera penglihatan dan pendengar (mata dan telinga)
a.       Fisiologi
Faktor fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit factor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.
b.       Psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga termasuk dalam factor psikoogis ini adalah intelligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140), atu genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka orang tua, serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya. Selain IQ factor psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam belajar.

B.     Faktor ektern siswa
Faktor ektern siswa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Dari lingkungannya dibagi menjadi 3 macam:.
1.      Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara ayah dan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
2.      Lingkungan perkampungan/masyarakat, contohnya: wilayah perkampungan kumuh (slum area), dan teman sepermainan (peer group) yang nakal.
3.      Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah.
Adapun faktor-faktor ekternnya adalah sebagai berikut:
a.        Social. Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak, apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak
b.        Non-social Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah factor guru di sekolah, kurikulum dan sebagainya.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli yang menaruh perhatian terhadap masalah kesulitan belajar, ditemukan sejumlah faktor penyebabnya, diantaranya
1.       Keturunan
Di Swedia, Hallgren melakukan penelitian dengan objek keluarga dan menemukan rata-rata anggota tersebut mengalami kesulitan dalam membaca, menulis dan mengija, setelah diteliti secara lebih mendalam, ternyata salah satu faktor penyebabnya adalah faktor keturunan.
2.       Otak
Ada pendapat yang menyatakan bahwa anak yang lamban belajar mengalami gangguan pada syaraf otaknya. Pendapat ini telah menjadi perdebatan yang cukup sengit. Beberapa peneliti menganggap bahwa terdapat kesamaan ciri pada perilaku anak yang mengalami kelambanan atau kesulitan belajar dengan anak yan ab-normal. Hanya saja anak yang lamban atau kesulitan belajar memiliki adanya sedikit tanda cedera pada otak, oleh karena itu para ahli tidak terlalu menganggap cedera otak sebagai penyebabnya, kecuali ahli syaraf membuktikan ini.
3.       Pemikiran
Siswa yang mengalami kesulitan belajar akan menmgalami kesulitan dalam menerima penjelasan tentang pelajaran. Salah satu penyebabnya adalah mereka tidak dapat mengorganisasikan cara berpikir secara baik dan sistematis. Para ahli berpendapat bahwa mereka perlu dilatih berulang-ulang, dengan tujuan meningkatkan daya belajarnya.


4.       Gizi
Berdasarkan penelitian para ahli yang dilakukan terhadap anak-anak dan binatang, ditemukan bahwa ada kaitan yang erat antara kesulitan belajar dengan kekurangan gizi. Artinya, kekurangan gizi menjadi salah satu penyebab terjadinya kelambanan atau kesulitan belajar.
5.       Lingkungan
Faktor-faktor lingkungan adalah hal-hal yang tidak menguntungkan yang dapat nengganggu perkembngan mental anak, baik yang terjadi di dalam keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat. Meskipun faktor ini dapat pengaruhi kesulitan belajar, tetapi bukan satu-satunya faktor penyebab terjadinya kesulitan belajar. Namun, yang pasti faktor tersebut dapat mengganggu ingatan dan daya konsentrasi anak.
6.       Biokimia
Pengaruh penggunaan obat atau bahan kimia lain terhadap kesulitan belajar masih menjadi kontroversi. Penelitian yang dilakukan oleh Adelman dan Comfers (dalam Kirk & Ghallager, 1986) menemukan bahwa obat stimulan dalam jangka pendek dapat mengurangi hiperaktivitas. Namun beberapa tahun kemudian penelitian Levy (dalam Kirk & Ghallager, 1986) membuktikan hal yang sebaliknya. Penemuan kontroversial oleh Feingold menyebutkan bahwa alergi, perasa dan pewarna buatan hiperkinesis pada anak yang kemudian akan menyebabkan kesulitan belajar. Ia lalu merekomendasikan diet salisilat dan bahan makanan buatan kepada anak-anak yang mengalami kesulitan belajar.
Selain faktor-faktor yang bersifat umum diatas, adapula faktor yang yang juga menimbulkan kesulitan belajar siswa. Diantara faktor-faktor yang dapat dipandang sebagai faktor khusus ini ialah sindrom psikologis berupa learning disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome) yang berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis (Reber,1998) yang menimbulkan kesulitan belajar itu.
1.        Disleksia (dyslexia), yakni ketidakmampuan membaca.
2.        Disgrafia (dysgraphia), yakni ketidakmampuan belajar menulis.
3.        Diskalkulia (dyscalculia), yakni ketidakmampuan belajar matematika.
Akan tetapi, siswa yang mengalami sindrom-sindrom diatas secara umum sebenarnya memiliki potensi IQ yang normal bahkan diantaranya ada yang memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Oleh karenanya, kesulitan belajar siswa yang menderita sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya minimal brain dysfunction, yaitu gangguan ringan pada otak (Lask, 1985: Rebert, 1988).

2.3 Diagnosis Kesulitan Belajar
Sebelum menetapkan alternatif pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan terlebih dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenal gejala dengan cermat) terhadap fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut. Upaya seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan menetapkan “jenis penyakit” yakni jenis kesulitan belajar siswa.
Dalam melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas langkah-langkah tertentu yang diorientasikan pada ditemukannya kesulitan belajar jenis tertentu yang dialami siswa. Prosedur seperti ini dikenal sebagai “diagnostik” kesulitan belajar.

2.4 Jenis Kesulitan Belajar
Jenis kesulitan belajar ini dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut:  Dilihat dari jenis kesulitan belajar: ada yang berat ada yang sedang. Dilihat dari bidang studi yang dipelajari: ada yang sebagian bidang studi yang dipelajari, dan ada yang keseluruhan bidang studi. Dilihat dari sifat kesulitannya: ada yang sifatnya permanen / menetap, dan ada yang sifatnya hanya sementara. Dilihat dari segi factor penyebabnya: ada yang Karena factor intelligensi, dan ada yang karena factor bukan intelligensi.Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan.
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis. Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning diasbilities.
1.        Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2.        Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai dengan baik.
3.        Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau rendah.
4.        Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5.        Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya. 

2.5 Karakteristik Kesulitan Belajar
Menurut Valett (dalam Sukadji, 2000) terdapat tujuh karakteristik yang ditemui pada anak dengan kesulitan belajar. Kesulitan belajar disini diartikan sebagai hambatan dalam belajar, bukan kesulitan belajar khusus.
1)        Sejarah kegagalan akademik berulang kali Pola kegagalan dalam mencapai prestasi belajar ini terjadi berulang-ulang. Tampaknya memantapkan harapan untuk gagal sehingga melemahkan usaha.
2)        Hambatan fisik/tubuh atau lingkungan berinteraksi dengan kesulitan belajar
Adanya kelainan fisik, misalnya penglihatan yang kurang jelas atau pendengaran yang terganggu berkembang menjadi kesulitan belajar yang jauh di luar jangkauan kesulitan fisik awal.
3)        Kelainan motivasional Kegagalan berulang, penolakan guru dan teman-teman sebaya, tidak adanya reinforcement. Semua ini ataupun sendiri-sendiri cenderung merendahkan mutu tindakan, mengurangi minat untuk belajar, dan umumnya merendahkan motivasi atau memindahkan motivasi ke kegiatan lain.
4)        Kecemasan yang samar-samar, mirip kecemasan yang mengambang Kegagalan yang berulang kali, yang mengembangkan harapan akan gagal dalam bidang akademik dapat menular ke bidang-bidang pengalaman lain. Adanya antisipasi terhadap kegagalan yang segera datang, yang tidak pasti dalam hal apa, menimbulkan kegelisahan, ketidaknyamanan, dan semacam keinginan untuk mengundurkan diri. Misalnya dalam bentuk melamun atau tidak memperhatikan.
5)        Perilaku berubah-ubah, dalam arti tidak konsisten dan tidak terduga Rapor hasil belajar anak dengan kesulitan belajar cenderung tidak konstan. Tidak jarang perbedaan angkanya menyolok dibandingkan dengan anak lain. Ini disebabkan karena naik turunnya minat dan perhatian mereka terhadap pelajaran. Ketidakstabilan dan perubahan yang tidak dapat diduga ini lebih merupakan isyarat penting dari rendahnya prestasi itu sendiri
6)        Penilaian yang keliru karena data tidak lengkap Kesulitan belajar dapat timbul karena pemberian label kepada seorang anak berdasarkan informasi yang tidak lengkap. Misalnya tanpa data yang lengkap seorang anak digolongkan keterbelakangan mental tetapi terlihat perilaku akademiknya tinggi, yang tidak sesuai dengan anak yang keterbelakangan mental.
7)        Pendidikan dan pola asuh yang didapat tidak memadai Terdapat anak-anak yang tipe, mutu, penguasaan, dan urutan pengalaman belajarnya tidak mendukung proses belajar. Kadang-kadang kesalahan tidak terdapat pada sistem pendidikan itu sendiri, tetapi pada ketidakcocokan antara kegiatan kelas dengan kebutuhan anak. Kadang-kadang pengalaman yang didapat dalam keluarga juga tidak mendukung kegiatan belajar .

2.6 Ciri-Ciri Kesulitan Belajar dan Gejalanya
1.  Gangguan Persepsi Visual
·  Melihat huruf/angka dengan posisi yang berbeda dari yang tertulis, sehingga seringkali terbalik dalam menuliskannya kembali.
·  Sering tertinggal huruf dalam menulis. Menuliskan kata dengan urutan yang salah misalnya: ibu ditulis ubi.
·  Kacau (sulit memahami) antara kanan dan kiri.
·  Bingung membedakan antara obyek utama dan latar belakang.
·   Sulit mengkoordinasi antara mata (penglihatan) dengan tindakan (tangan, kaki dan lain-lain).

2.  Gangguan Persepsi Auditori
a. Sulit membedakan bunyi; menangkap secara berbeda apa yang didengarnya.
b. Sulit memahami perintah, terutama beberapa perintah sekaligus.
c. Bingung/kacau dengan bunyi yang datang dari berbagai penjuru (sulit menyaring) sehingga susah mengikuti diskusi, karena sementara mencoba memahami apa yang sedang didengar, sudah datang suara (masalah) lain.

3.  Gangguan Belajar Bahasa
-  Sulit memahami/menangkap apa yang dikatakan orang kepadanya.
-  Sulit mengkoordinasikan/mengatakan apa yang sedang dipikirkan.

4.  Gangguan Perseptual-Motorik
• Kesulitan motorik halus (sulit mewarnai, menggunting, menempel, dsb.)
• Memiliki masalah dalam koordinasi dan disorientasi yang mengakibatkan canggung dan kaku dalam gerakannya.
5Hiperaktivitas
-  Sukar mengontrol aktifitas motorik dan selalu bergerak (tak bisa diam)
-  Berpindah-pindah dan satu tugas ke tugas lain tanpa menyelesaikannya
6.  Kacau (distractability)
·  Tidak dapat membedakan stimulus yang penting dan tidak penting
·  Tidak teratur, karena tidak memiliki urutan- urutan dalam proses pemikiran
·   Perhatiannya sering berbeda dengan apa yang sedang dikerjakan


SUAP

0 komentar

Postingan ini dibuat untuk memenuhi tugas matakuliah multimedia PAI IV B
Dibuat oleh: Mahmud Rofi'i
Dosen : Drs. Ahmad Hasyim Fauzan, M.Pd.I

A.   PENGERTIAN SUAP MENYUAP
Suap disebut juga dengan sogok atau memberi uang pelicin. Adapun dalam bahasa arabnya disebut dengan risywah. Suap yang dalam bahasa arabnya risywah merupakan sebuah problema umat Islam saat ini. Secara etimologi risywah terambil dari kata رشا yang artinya menurut Ibn Faris Ibn Zakariyah (menunjukkan sebab sesuatu menjadikan ia ringan dan lunak), apabila dikatakan artinya. Menurutnya Ibn Atsir, risywah artinya tali (al-habl) yang dibentangkan untuk menimba air di sumur. Dari makna ini dapat dikatakan bahwa dengan adanya pemberian sesuatu kepada orang lain diharapkan dapat memudahkan urusannya atau dengan adanya tali maka air akan mudah ditimba sehinga sampai kepada maksud yang dituju.
Sementara, secara terminologi menurut Abdullah Ibn Abdul Muhsin risywah ialah sesuatu yang diberikan kepada hakim atau orang yang mempunyai wewenang memutuskan sesuatu supaya orang yang memberi mendapatkan kepastian hukum atau mendapatkan keinginannya. Menurut Ali Ibn Muhammad al-Sayydi a-Sarif al-Jurjani, risywah ialah suatu pemberian kepada seseorang untuk membatalkan suatu yang hak dan membenarkan yang batil. Risywah juga dipahami oleh ulama sebagai pemberian sesuatu yang menjadi alat bujukan untuk mencapai tujuan tertentu. Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa risywah adalah pemberian kepada orang lain yang mengandung unsur pamrih yang bertujuan membatalkan yang halal dan atau membenarkan yang batil dan ia dijadikan alat bujukan untuk mencapai tujuan tertentu.
Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Contoh kasus gratifikasi Cinderamata bagi guru (PNS) setelah pembagian rapor/kelulusan.
B. HADIST TENTANG ORANG YANG MENYUAP DAN YANG MENERIMA SUAP
عن أبى هريرة رضى الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لعنت الله على الرشى والمرتشى فى الحكم . رواه . أحمد وأبو داود والترمذى .

“Dari Abu Hurairah r.a., beliau berkata: Rasulullah saw, bersabda: kutukan Allah menimpa atas orang yang menyuap dan orang yang menerima suap dalam hukum.”
            (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan At-Tirmidzi).[1][1]
عن عبدالله بن عمرو رضى الله عنهما قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لعنت الله على الرشى والمرتشى . رواه الخمسة إلا النسائى وصححه الترمذى .
“Dari Abdullah bin Amru r.a., beliau berkata: Rasulullah saw, bersabda: kutukan Allah menimpa atas orang yang menyuap dan yang menerima suap.”
(Diriwayatkan oleh Al-Khamsah (lima perawi) selain An-Nasa’i dan dinilai sahih oleh At-Tirmidzi).[2][2]
C.   MACAM MACAM  SUAP MENYUAP / RISYWAH
Ibn Abidin, dengan menguti kitab al-Fath, mengemukakan empat macam bentuk risywah, yaitu:
  1. Risywah yang haram atas orang yang mengambil dan yang memberikannya, yaitu risywah untuk mendapatkan keuntungan dalam peradilan dan pemerintahan.
  2. Risywah terhadap hakim agar dia memutuskan perkara, sekalipun keputusannya benar, karena dia mesti melakukan hal itu.
  3. Risywah untuk meluruskan suatu perkara dengan meminta penguasa menolak kemudaratan dan mengambil mamfaat. Risywah ini haram bagi yang mengambilnya saja. Sebagai helah risywah ini dapat dianggap upah bagi orang yang berurusan dengan pemerintah. Pemberian tersebut digunakan untuk urusan seseorang, lalu dibagi-bagikan. Hal ini halal dari dua sisi seperti hadiah untuk menyenangkan orang. Akan tetapi dari satu sisi haram, karena substansinya adalah kazaliman. Oleh karena itu haram bagi yang mengambil saja, yaitu sebagai hadiah untuk menahan kezaliman dan sebagai upah dalam menyelesaikan perkara apabila disyaratkan. Namun bila tidak disyaratkan, sedangkan seseorang yakin bahwa pemberian itu adalah hadiah yang diberikan kepada penguasa, maka menurut ulama Hanafiyah tidak apa-apa (la ba`sa). Kalau seseorang melaksanakan tugasnya tanpa disyaratkan, dan tidak pula karena ketama’annya, maka memberikan hadiah kepadanya adalah halal, namun makruh sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibn Mas’ud.
  4. Risywah untuk menolak ancaman atas diri atau harta, boleh bagi yang memberikan dan haram bagi orang yang mengambil. Hal ini boleh dilakukan karena menolak kemudaratan dari orang muslim adalah wajib, namun tidak boleh mengambil harta untuk melakukan yang wajib.
D.  PERBEDAAN SUAP DAN GRATIFIKASI
Definisi dari keduanya juga berbeda, Suap mengandung definisi “ Barangsiapa menerima sesuatu atau janji, sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya, yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajibannya yang menyangkut kepentingan umum, dipidana karena menerima suap dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000.000.- (lima belas juta rupiah) (Pasal 3 UU 3/1980).” sedangkan Gratifikasi Mengandung Definisi “ Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik (Penjelasan Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor).
E.   HUKUM HADIAH DAN SUAP MENYUAP
1)    Hukum Hadiah
Memberikan hadiah adalah sunnah, dianjurkan dalam syari’at Islam, walaupun sedikit. Dari Abu Hurairah r.a dari Rasulullah SAW bersabda:
يَا نِسَاءَ المُسْلِمَا تِ لَاتَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْفِرْسِنَ شَاةٍ
“Wahai wanita-wanita muslim, janganlah seorang tetangga menghina tetangganya yang lain, walaupun (hadiah yang diberikan hanya berbentuk) firsina syat.”[3][3]
Dan banyak nash yang menyebutkan tentang keutamaan hadiah, diantaranya:
Dari Abu Hurairah r.a dari Rasulullah SAW bersabda:
تَهَادَوْا تَحَابُّوْا
“saling memberi hadiahlah kalian pasti kalian akan saling mencintai.”[4][4]
Dan dalil ijma’ pun menunjukkan sunnahnya hukum memberi hadiah tersebut.
Karena pengaruh dan arti sosialnya yang sangat baik, maka itu berguna untuk membantu orang yang diberi, dan dapat menghilangkan kekikiran dari diri orang yang memberi. Hadiah adalah sarana untuk menghormati, seperti: hadiah kepada orang tua, orang yang berilmu; dan juga untuk beramah-tamah, serta menimbulkan kecintaan, seperti: hadiah kepada istri, kerabat, teman, dan tetangga; juga untuk membalas kebaikan atau dapat mencegah kemudharatan sifat egois terhadap tugas yang bukab merupakan wewenang dan tangsssssgung jawab.
Segala hal tersebut dianjurkan dalam syari’at Islam, dan merupakan tujuannya yang sangat agung, serta metode yang mantap dalam mempersatukan hati umat yang telah Allah anugerahkan ketentraman. Allah berfirman:
وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (٦٣)

“dan yang mempersatukan hati mereka, walaupun kamu membelanjakan semua kekayaan yang ada di bumi, niscaya kamu tidak akan bisa mempersatukan hati mereka, tetapi Allah-lah yang telah mempersatukan hati mereka, sesungguhnya Dia maha perkasa lagi maha bijaksana.”(Al-Anfal: 63)
Dan hadiah adalah cara untuk saling dekat karena dapat menumbuhkan rasa kecintaan diantara sesama orang yang telah memberikan hadiah, juga dapat merekat hubungan diantara mereka apabila telah saling berjauhan, dan menumbuhkan rasa kecintaan diantara sesama kaum muslimin apabila ada jarak diantara sesama mereka, jalan untuk ketentraman dan kebahagiaan mereka di dunia dan jalan kemenangan mereka untuk mendapatkan surga di akhirat. Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah SAW bersabda:
لَا تَدْخُلُوا اْلجَنَّةَ حَتّى تُؤْمِنُوْا, وَلَا تُؤْمِنُوْا حَتّى تَحَابُّوْا, اَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ اِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَا بَبْتُمْ ؟ أَفْشُوْا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ
“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman (sempurna) sampai kalian saling mencintai. Inginkah kalian kuberitahukan sesuatu yang apabila kalian lakukan, kalian akan saling mencintai? Tebarkanlah salam diantara sesama kalian.”[5][5]
Kalau sekedar mengucapkan salam saja dapat memberikan pengaruh seperti ini, sementara salam hanya sekedar kata-kata, tentunya hadiah dengan harta juga dapat berpengaruh seperti itu atau lebih.
Memberikan hadiah dapat menumbuhkan kegembiraan dihati orang yang memberikannya. Al-Kattabi berkata: “menerima hadiah bagi Rasulullah SAW merupakan suatu penghormatan dan bagian dari akhlak mulia, yang dengannya dapat merekatkan hubungan hati. Dan memakan hadiah merupakan syi’ar serta kekhususannya. Bahkan diceritakan pada kitab-kitab terdahulu bahwa beliau (Rasulullah SAW) menerima hadiah.
Maka disunnahkan menerima hadiah tersebut dan makruh hukum menolaknya.
لَاتَرُدُّوْا الْهَدِيَّة
“Janganlah kalian menolak hadiah.” (Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud secara marfu).[6][6]
Hadiah juga dapat dimiliki dan boleh untuk dimanfaatkan. Allah berfirman:
وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا (٤)
“berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh dengan kerelaan. Kemudian jika menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati, maka makanlah pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (An-Nisa’: 4)
Di dalam ayat tersebut ada dalil yang menerangkan bolehnya menerima hadiah. Allah memerintahkan kepada suami untuk memakan pemberian yang diberikan oleh istri dari bagian mahar apabila ia rela. Bahkan, hal itu disebut-Nya sebagai pemberian yang sedap dan baik akibatnya, dan pemberian itu adalah hadiah dari istri. Maka, perintah (dari Allah untuk boleh memakan) dan keterangan (bahwa itu adalh pemberian yang sedap dan baik akibatnya) adalah merupakan alasan paling kuat untuk menyatakan bolehnya menerima hadiah.
Dan dilarang untuk menerima hadiah apabila berlawanan dengan tujuan syari’at, karena “tujuan” sangat dipandang atau dipertimbangkan dalam bentuk-bentuk akad.
Apabila hadiah itu diberikan tidak dengan kerelaan hati, maka wajib ditolak. Sebagaimana diriwayatkan dari Anas r.a, Rasulullah SAW bersabda:
لَايَحِلُّ مَالُ امْرِيءٍ مُسْلِمٍ اِلَّا بِطِيْبِ نَفْسِهِ
“Tidak halal harta seorang muslim, kecuali dengan kerelaan hati.”[7][7]
Atau apabila hadiah itu termasuk dalam bentuk hadiah yang tidak halal untuk diambil.
Dan boleh untuk ditolak, apabila si pemberinya adalah orang yang suka menyebut-nyebut pemberian, sebagai antisipasi terhadap kebiasaannya itu.
Dan disunnahkan pula untuk membalas hadiah yang diberikan walaupun dengan sesuatu yang lebih kecil. Diriwayatkan dari Aisyah r.a beliau berkata: “Rasulullah SAW biasa menerima hadiah kemudian membalasnya.
Dan diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a, Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ اُهْدِيَ اِلَيْكُمْ فَكَا فِئُوْهُ, فَاِنْ لَمْ تَجِدُوْا مَا تُكَا فِئُوْنَهُ, فَادْعُوْالَهُ حَتَّى تَرَوْنَ أَنْ قَدْ كَا فَأْتُمُوْهُ
“Barang siapa diberi hadiah, maka balaslah, kalau kalian tidak punya sesuatu untuk membalasinya maka do’akanlah untuknya sampai kalian merasa membalasinya.”
Dan yang lebih baik membalasnya dengan sesuatu yang lebih baik atau dengan sesuatu yang serupa. Dan benar apa yang difirmankan Allah SWT:
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا (٨٦)
“Apabila kamu dihormati dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik atau dengan yang setimpal, sesungguknya Allah memperhitungkan segala sesuatu.”(An-Nisa’: 86)

2)    Hukum Suap-Menyuap
Memberi dan menerima suap adalah haram berdasarkan Al-Qur’an dan hadits Nabi, serta ijma’.
Ditinjau menurut Al-Qur’an. Allah berfirman:
وَلاَ تَأْكُلُوْا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (١٨٨)
“Dan janganlah sebagian dari kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang bathil dan janganlah kamu memberi urusan harta itu kepda hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari pada harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui.”(Al-Baqarah: 188)
Dalam ayat diatas, ada larangan untuk memakan harta dengan cara bathil walaupun diberikan dengan sukarela oleh pemberinya seperti suap.[8][8]
Al-Baghawi berkata, “Artinya (ayat di atas tadi), jangan kalian berikan harta itu kepada hakim dengan cara suap agar dia mengubah hukum untuk kalian.”[9][9]
Adapun hasil dari sunnah, diriwayatkan dari Syauban r.a, beliau berkata: “Rasulullah SAW melaknat tukang beri suap, menerima suap, dan menjadi perantara diantaranya.”[10][10]
Dalam hadits di atas mengandung keterangan bahwa suap adalah bagian dari dosa besar, karena laknat yang berarti diusir dari rahmat Allah hanya berlaku untuk dosa besar. Dan laknat itu mencakup seluruh komponen yang terlibat dalam suap, yaitu: pemberi, penerima, dan perantara di antara keduanya.[11][11]
Dan para ulama telah berijma’ untuk menyatakan haramnya suap secara umum, karena banyaknya nash yang melarang dan memperingatkan, dan bahayanya dalam kehidupan individu dan masyarakat, serta pengrusakan di atas muka bumi.
F.   APA SAJA YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SUAP MENYUAP
Korupsi ada karena:
1.    Faktor eksternal:
Kesempatan: Biasanya oleh pemilik kekuasaan, pelaku pelaksana peraturan/UU, pengatur/pengelola kebijakan.
Kebutuhan: Biasanya oleh masyarakat pengguna UU, kebijakan, peraturan, persyaratan.
2.      Faktor internal: Moralitas, Tuntutan Hidup.
Dua faktor diatas terjadi dalam hubungan imbal balik "Demand and Supply". Kalau ada permintaan maka akan ada supply, begitulah terjadinya. Demand sampai kapanpun selalu ada, sedangkan supply bisa diberikan atau tidak.
Jadi, kesimpulannya ujung pangkal terjadinya korupsi adalah disupply-nya demand oleh point, yang disebabkan kerendahan moral dan tidak kuatnya iman pemilik kesempatan, pembuat kebijakan, pengelola dan pelaksana peraturan.




[1][1] Asy-Syaukani, Nailul Authar VI, terjemah: Drs. Muammal Hamidy, dkk. hlm. 3189
[2][2] Ibid.
[3][3] Al-Bukhari, 2566. Yang dimaksud firsina syat disini adalah sepotong kaki kambing. Lihat Al-Misbah Al-Munir hal. 468, dan Fath Al-Bari, 5/198.
[4][4] Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad, 594, dan Ibnu Hajar mengomentarinya, “sanadnya shohih”. Lihat At-Talkhis Al-Habir, 3/1047.
[5][5] Muslim: 54.
[6][6] Imam Ahmad: 3838. Dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Irwa’ Al-Ghalil, 6/59.
[7][7] Imam Ahmad bin Hambal: 20971; dan Sunan Dar Quthni, 3/26, dan hadis ini dishahihkan Al-Albani dalam Irwa’ Ghalil.
[8][8] Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, 2/338; dan Jarimah Ar-Risywah fi Asy-Syari’ah Al-Islamiyah, hal.98.
[9][9] Syarh As-Sunnah, 10/88.
[10][10] Imam Ahmad: 22/762; dan As-Suyuthi memberikan tanda rumus tentangnya yang menandakan shahih.
[11][11] Fatawa Islamiyah, 4/344-345; dan Jarimah Ar-Risywah fi Asy-Syariyah Al-Islamiyyah, hal. 102.