Gus Dur

Tidak penting apapun agama atau sukumu, kalau kamu melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya agamamu.

Punokawan

Ojo Dumeh.

Sunan Kalijogo

jika sudah tiba zamannya dimana sungai-sungai hilang kedalamannya (banyak orang yang berilmu yang tidak amalkan ilmunya), pasar hilang gaungnya , wanita-wanita hilang malunya maka cepat-cepatlah kalian keluar 4 bulan dari desa ke desa dari pintu ke pintu JANGANLAH PULANG sebelum mendapat HIDAYAH dari Allah swt.

Gus Mus

Kalau anda dipuji sedangkan anda merasa tidak sepantasnya dipuji, kenapa anda senang? kalau anda dicela, sedangkan anda merasa tidak sepantasnya dicela, kenapa anda marah?.

Hadratus Sayaikh KH. Hasyim Asyari

Sesungguhnya perpecahan, pertikaian, saling menghina dan fanatik madzhab adalah musibah yang nyata dan kerugian besar.

Penggambaran tari Jathil dalam tari Reyog Ponorogo

0 komentar




Jathil adalah prajurit berkuda dan merupakan salah satu tokoh dalam seni Reog. Jathilan merupakan tarian yang menggambarkan ketangkasan prajurit berkuda yang sedang berlatih di atas kuda. Tarian ini dibawakan oleh penari di mana antara penari yang satu dengan yang lainnya saling berpasangan. Ketangkasan dan kepiawaian dalam berperang di atas kuda ditunjukkan dengan ekspresi atau greget sang penari.

Jathilan ini pada mulanya ditarikan oleh laki-laki yang halus, berparas ganteng atau mirip dengan wanita yang cantik. Gerak tarinya pun lebih cenderung feminin. Keberadaan jathil dalam kesenian reyog tidak lepas dari cerita tentang Klono Sewandono yang mencoba memenuhi salah satu persyaratan Dewi Songgolangit yang meminta 144 prajurit berkuda. Sejak tahun 1980-an ketika tim kesenian Reog Ponorogo hendak dikirim ke Jakarta untuk pembukaan PRJ (Pekan Raya Jakarta), penari jathilan diganti oleh para penari putri dengan alasan lebih feminin. Ciri-ciri kesan gerak tari Jathilan pada kesenian Reog Ponorogo lebih cenderung pada halus, lincah, genit. Hal ini didukung oleh pola ritmis gerak tari yang silih berganti antara irama mlaku (lugu) dan irama ngracik.

Dulu tarian jathil tidak ada pakem, para penari hanya berjoged bebas sesuai dengan gamelan yang mengiringinya. Jathil sekedar menjadi sebuah pelengkap dan pemanis pertunjukkan reyog semata. Sekarang dalam pertunjukkan reyog di panggung, jathil dan tari jathil sudah menjadi sebuah pokok didalamnya, yang semakin memperkaya khasanah seni dan budaya Reyog Ponorogo.

Kesenian Reyog, khususnya tarian Jathil sekarang sudah banyak dikembangkan disekolah dan universitas. Para pelajar putri penari jathil, mengaku senang dan bangga dengan penggambaran karakter jathil sebagai prajurit berkuda yang gagah berani. Peran jathil sebagai prajurit dalam pertunjukkan reyog, dirasa heroik dan sesuai dengan karakter mereka sebagai anak muda. Lepas dari sejarah masa lalu, versi ataupun segala identitas miring yang melekat, jathil dan tarian jathil sangat layak menjadi perhatian dan mendapatkan penghargaan sebagai seni budaya bangsa yang adiluhung.

Source: wikipedia, kotareog.com



Bujang Ganong (Ganongan) atau Pujangga Anom

3 komentar



Bujang Ganong (Ganongan) atau Patih Pujangga Anom adalah salah satu tokoh yang energik dalam Seni Reyog Ponorogo. Sosok yang kocak sekaligus mempunyai keahlian lebih dalam seni bela diri. Sehingga dalam setiap pertunjukan Reyog Ponorogo, penampilannya selalu ditungu-tungu oleh penonton khususnya di kalangan anak-anak. Bujang Ganong menggambarkan sosok seorang patih muda yang cekatan, berkemauan keras, cerdik, jenaka dan sakti.

Dari salah satu versi cerita, Bujangganong adalah adik seperguruan dari Klonosewandono yang kemudian mereka berdua bertemu kembali dan bersatu, mendirikan kerajaan Bantarangin. Klonosewandono sebagai raja dan Bujangganong sebagai Patihnya. Dalam dramaturgi seni pertunjukkan reyog, Bujangganong lah yang dipercaya sebagai utusan dan duta Prabu Klonosewandono untuk melamar Dewi Songgolangit ke Kediri.
Secara fisik Bujang Ganong digambarkan bertubuh kecil, pendek dan berwajah buruk, berhidung besar, mata bulat besar melotot, bergigi tonggos dan berambut panjang gimbal . Bujang Ganong dalam seni reyog obyog masa lalu tak banyak memainkan peran. Bujangganong hanya menjadi pelengkap dan sebagai sosok jenaka penghibur penonton, untuk mencairkan suasana. Bertingkah kocak sekehendak hati diikuti gamelan, menggoda barongan reyog, menggoda jathil dan juga berinteraksi menggoda penonton. Belum banyak tarian dan akrobatik-akrobatik Bujang Ganong yang ditampilkan waktu itu.

Baru kemudian mulai tahun 1980-an tarian Bujang Ganong dikembangkan dan ditambahkan akrobatik-akrobatik, hingga sampai ke panggung festival dan akhirnya kita mengenal tari Bujangganong seperti sekarang ini. Tokoh-tokoh penari Bujangganong waktu itu yang terkenal seperti : Pak Lekik, Pak Slamet dan Wisnu HP dari generasi mudanya.

Bujang Ganong, meskipun secara fisik cenderung buruk rupa, tapi mempunyai kualitas yang tinggi. Sakti dan mumpuni, loyalitas tanpa batas namun lembut dan jenaka, terampil, serba bisa dan cerdas. Seorang abdi dan perwira tinggi sekaligus pamong yang penuh dedikasi, rendah hati, jujur, tulus tanpa pamrih.

Dari versi cerita yang lain, Bujang Ganong dipercaya adalah karakter yang mewakili Demang Ki Ageng Kutu Suryongalam­–salah satu tokoh sakti sekaligus cendikia Majapahit–yang menggunakan seni pertunjukkan reyog sebagai media kritik terhadap raja Majapahit waktu itu, Brawijaya V Bre Kertabumi. Gaya pemerintahan Bre Kertabumi yang seolah didikte oleh permaisurinya, digambarkan dengan seekor burung merak yang bertengger di kepala harimau. Ki Ageng Kutu dalam kritiknya–melalui seni pertunjukkan reyog–membangun karakter Bujangganong dengan segala sifat-sifat keperwiraan yang mengabdi demi tanah air. Melalui seni pertunjukkan Reyog dan tokoh Bujangganong dengan segala kualitas yang dimilikinya, Ki Ageng Kutu mencoba menyampaikan kebenaran dengan kesederhanaannya sekaligus teladan dengan gerak dan rasa yang konkrit.

Hingga kemudian, Bujang Ganong bukan hanya sekedar sebuah tontonan yang atraktif tapi keteladanannya mengandung tuntunan yang luhur, bahwa kualitas seseorang tidak bisa di ukur dari penampilan fisik semata. Kualitas karakter ini yang membuat Bujangganong memegang peranan penting dan menjadi tokoh sentral dalam dramaturgi seni pertunjukkan Reyog Ponorogo.

Bujang Ganong dengan segala peran dan kualitasnya menawarkan sebuah alternatif perenungan spiritual yang lembut namun dalam. Keteladanan yang pantas diapresiasi, dilestarikan dan di jiwai. Sebuah kearifan budaya lokal yang mencoba bertutur tentang filosofi dan makna kesejatian hidup. Bujang Ganong telah tampil ke depan melompat jauh ke masa depan melebihi jamannya. Ditengah hiruk pikuk cerita fiksi tokoh dan karakter kepahlawanan asing, Bujangganong mencoba menerobos ke pusat jantung modernitas yang cenderung absurd.

Source: Kotareog.com

Warok, mengenal lebih dekat sosok fenomenal dan kotroversial dalam tari reog

0 komentar

warok adalah salah satu penari dalam seni reog. Kadang ia diterjemahkan sebagai sosok yang dikenal sebagai seseorang yang "menguasai ilmu" (ngelmu) dalam pengertian Kejawen.

Ia juga sering berperan sebagai pemimpin lokal informal dengan banyak pengikut. Dalam pentas, sosok warok lebih terlihat sebagai pengawal/punggawa raja Klana Sewandana (warok muda) atau sesepuh dan guru (warok tua). Dalam pentas, sosok warok muda digambarkan tengah berlatih mengolah ilmu kanuragan, digambarkan berbadan gempal dengan bulu dada, kumis dan jambang lebat serta mata yang tajam. Sementara warok tua digambarkan sebagai pelatih atau pengawas warok muda yang digambarkan berbadan kurus, berjanggut putih panjang, dan berjalan dengan bantuan tongkat.

Sosok warok tidak dapat dilepaskan dari sejarah Kerajaan Majapahit abad ke-15. Kala itu, Ki Ageng Kutu yang menjadi penguasa Wengker banyak mendirikan padepokan yang mengajarkan ilmu kanuragan. Tujuannya tak lain guna mencetak pemuda-pemuda sakti mandraguna.

Ketika Ki Ageng Kutu dikalahkan oleh utusan Majapahit, Raden Bathoro Katong yang kemudian hari menjadi Bupati pertama Ponorogo. Bekas murid-murid Ki Ageng Kutu yang telah menyerah dihimpun menjadi manggala (prajurit) negeri. Mereka didaulat untuk mempertahankan Ponorogo. Para manggala negeri ini kemudian disebut warok.

Sebutan warok berasal dari kata wewarah dalam bahasa jawa yang berarti mampu memberi tuntunan dan ajaran perihal kehidupan. Selain itu, warok juga dikenal memiliki sifat kesatria seperti berbudi luhur, jujur, bertanggung jawab, rela berkorban untuk kepentingan orang lain, bekerja keras tanpa pamrih, adil dan tegas, dan tentu saja sakti mandraguna.



Dalam berbagai kisah diungkapkan, seorang warok akan menjalani tapabrata untuk mencapai kesaktian. Bukan rahasia lagi, ketika sedang mencari kesaktian, seorang warok akan puasa perempuan, dan menuntaskan hasratnya kepada bocah laki-laki tampan yang sengaja dipeliharanya. Lelaki tampan inilah yang disebut gemblak.

Gemblak merupakan bocah laki-laki berusia antara 12-15 tahun. Mereka berparas tampan dan terawat. Bagi seorang warok, memelihara gemblak adalah hal yang wajar dan diterima masyarakat. Konon sesama warok pun pernah beradu kesaktian untuk memperebutkan seorang gemblak idaman dan juga terjadi praktik pinjam meminjam gemblak.

Biaya yang dikeluarkan warok untuk memelihara seorang gemblak tidak murah. Bila gemblak bersekolah maka warok yang memeliharanya harus membiayai keperluan sekolahnya di samping keperluan makan dan tempat tinggal. Sedangkan bagi gemblak yang tidak bersekolah maka setiap tahun warok memberinya seekor sapi.
Kewajiban setiap warok untuk memelihara gemblak pun turun-temurun dipercaya guna mempertahankan kesaktian. Selain itu ada kepercayaan kuat di kalangan warok, hubungan intim dengan perempuan biarpun dengan istri sendiri, bisa melunturkan seluruh kesaktian warok.

Saling mengasihi, menyayangi dan berusaha menyenangkan merupakan ciri khas hubungan khusus antara warok dan gemblaknya. Praktik gemblakan di kalangan warok, diidentifikasi sebagai praktik homoseksual karena warok tak boleh mengumbar hawa nafsu kepada perempuan.
Pada awalnya warok digambarkan sebagai sosok pengolah kanuragan yang demi pencapaiannya ilmunya, tidak berhubungan dengan wanita, melainkan dengan bocah lelaki berumur 8-15 tahun yang acapkali disebut gemblakan. Seringkali para warok juga mengonsumsi minuman keras. Namun saat ini warok telah mengalami perubahan paradigma.

Warok yang terkenal dengan kesaktiannya adalah warok suromenggolo 

Berikut adalah salah satu video tarian warok:

source: Dari berbagai sumber

Reog Ponorogo, pengertian, sejarah dan budaya

2 komentar

Reog adalah salah satu kesenian budaya yang berasal dari Jawa Timur bagian barat-laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok warok dan gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat reog dipertunjukkan. Reog adalah salah satu budaya daerah di Indonesia yang masih sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistik dan ilmu kebatinan yang kuat.

Ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang asal usul Reog dan Warok, namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak istri raja Majapahit yang berasal dari Cina, selain itu juga murka kepada rajanya dalam pemerintahan yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Majapahit akan berakhir. Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan di mana ia mengajar seni bela diri kepada anak-anak muda, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan kerajaan Majapahit kembali. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesan politis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui pertunjukan seni Reog, yang merupakan "sindiran" kepada Raja Kertabhumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog.

Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai "Singa barong", raja hutan, yang menjadi simbol untuk Kertabhumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cinanya yang mengatur dari atas segala gerak-geriknya. Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan kontras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol untuk Ki Ageng Kutu, sendirian dan menopang berat topeng singabarong yang mencapai lebih dari 50 kg hanya dengan menggunakan giginya . Kepopuleran Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Bhre Kertabhumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya, pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang untuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng kutu tetap melanjutkannya secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reognya sendiri masih diperbolehkan untuk dipentaskan karena sudah menjadi pertunjukan populer di antara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru di mana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewandono, Dewi Songgolangit, dan Sri Genthayu.

Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melamar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun di tengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singabarong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan Wakilnya Bujang Anom, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan Kediri dan Kerajaan Ponorogo, dan mengadu ilmu hitam antara keduanya, para penari dalam keadaan "kerasukan" saat mementaskan tariannya.

Hingga kini masyarakat Ponorogo hanya mengikuti apa yang menjadi warisan leluhur mereka sebagai warisan budaya yang sangat kaya. Dalam pengalamannya Seni Reog merupakan cipta kreasi manusia yang terbentuk adanya aliran kepercayaan yang ada secara turun temurun dan terjaga. Upacaranya pun menggunakan syarat-syarat yang tidak mudah bagi orang awam untuk memenuhinya tanpa adanya garis keturunan yang jelas. mereka menganut garis keturunan Parental dan hukum adat yang masih berlaku.

berikut adalah beberapa video pementasan tari reog
 

Video dan Lirik Lagu Pramuka - Alam Bebas

0 komentar






Alam yang luas bebas karya tiada batas
Slalu sedia Dia bagi kita semua
Alam yang indah megah slalu sedia
Memberi ajarannya pandangan luas

Mari kita sekolah di sana
Agar dapat luaslah pandangan
Di sana kita kan belajar
berpandangan luas