Dasar Pendidikan dan Dasar Pelaksanaan Pendidikan Islam di Indonesia

Postingan ini dibuat untuk memenuhi tugas matakuliah multimedia PAI IV B
Dibuat oleh: Mahmud Rofi'i
Dosen : Drs. Ahmad Hasyim Fauzan, M.Pd.I

1.        Pengertian Dasar Pendidikan
Dasar (Arab: Asas; Inggris: Foudation; Perancis: Fondement; Laitn: Fundamentum) secara bahasa berarti alas, fundamen, pokok atau pangkal segala sesuatu (pendapat, ajaran, aturan)[1]. Dasar megandung pengertian sebagai berikut:
Pertama,  sumber dan sebab adanya sesuatu. Umpamanya, alam rasional adalah dasar alam inderawi. Artinya, alam rasional merupakan sumber dan sebab adanya alam inderawi.
Kedua, proposisi paling umum dan makna paling luas yang dijadikan sumber pengetahuan, ajaran atau hukum. Umpamanya, dasar induksi adalah prinsip yang membolehkan pindah dari hal-hal yang khusus kepada hal-hal yang umum. Seperti contoh; dasar untuk pindah dari ragu kepada yaqin adalah kepercayaan kepada Tuhan bahwa Dia tidak mungkin menyesatkan hamba-hambaNya[2].
Secara istilah, yang dimaksud dengan dasar pendidikan itu adalah pandangan hidup yang mendasari seluruh aktifitas pendidikan. Karena dasar menyangkut masalah ideal dan fundamental, maka diperlukan landasan dan pandangan hidup yang kokoh dan komprehensif, serta tidak berubah. Hal ini karena telah diyakini kebenarannya yang telah teruji oleh sejarah. Kalau nilai-nilai sebagai pandangan hidup yang dijadikan dasar pendidikan itu bersifat relatif dan temporal, maka pendidikan akan mudah terombang ambing oleh kepentingan dan tuntutan sesaat yang bersifat teknis dan pragmatis[3].
Dasar pendidikan Islam dengan segala ajarannya itu bersumber dari al-Qur`an, sunnah Rasulullah saw, (selanjutnya disebut Sunnah), dan ra`yu (hasil pikir manusia). Tiga sumber ini harus digunakan secara hirarkis. Al-Qur`an harus didahulukan. Apabila suatu ajaran atau penjelasan tidak ditemukan di dalam al-Qur`an, maka harus dicari di dalam sunnah, apabila tidak ditemukan juga dalam sunnah, barulah digunakan ra`yu. Sunnah tidak bertentangan dengan al-Qur`an , dan ra`yu tidak boleh bertentangan dengan al-Qur`an dan sunnah.
2.      Dasar Pendidikan
Dengan perkembangan zaman di dunia pendidikan yang terus berubah dengan signifikan sehingga banyak merubah pola pikir pendidik, dari pola pikir yang awam dan kaku menjadi lebih modern. Hal tersebut sangat berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia.

Adapun dasar pendidikan di negara Indonesia secara yuridis formal telah dirumuskan antara lain sebagai berikut:
1.      Undang-Undang tentang Pendidikan dan Pengajaran No. 4 tahun 1950,  Nomor 2 tahun 1945, Bab III Pasal 4 Yang Berbunyi: Pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas asas-asas yang termaktub dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar RI dan kebudayaan bangsa Indonesia.
2.      Ketetapan MPRS No. XXVII/ MPRS/ 1966 Bab II Pasal 2 yang berbunyi: Dasar pendidikan adalah falsafah negara Pancasila.
3.      Dalam GBHN tahun 1973, GBHN 1978, GBHN 1983 dan GBHN 1988 Bab IV bagian pendidikan berbunyi: Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila.
4.      Tap MPR Nomor II/MPR/1993 tentang GBHN dalam Bab IV bagian Pendidikan yang berbunyi: Pendidikan Nasional (yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
5.      Undang-undang RI No 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
6.      Undang-undang RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Dengan demikian jelaslah bahwa dasar pendidikan di Indonesia adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sesuai dengan UUSPN No. 2 tahun 1989 dan UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003.

3.      Dasar Pelaksanaan Pendidikan Islam.
Sebagai aktifitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian muslim, maka pendidikan Islam memerlukan asas atau dasar  yang dijadikan landasan kerja. Dengan dasar ini akan memberi arah bagi pelaksanaan pendidikan  yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini, dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam hendaknya merupakan sumber nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat mengantarkan peserta didik ke arah pencapaian pendidikan. Oleh karena itu, dasar yang terpenting dari pendidikan Islam adalah al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah (hadits), kemudian baru ra’yu.
Terdapat dalam Al-Qur’an, surat Asy-Syura ayat 52;
وَكَذٰلِكَ أَوحَينا إِلَيكَ روحًا مِن أَمرِنا ۚ ما كُنتَ تَدري مَا الكِتابُ وَلَا الإيمانُ وَلٰكِن جَعَلناهُ نورًا نَهدي بِهِ مَن نَشاءُ مِن عِبادِنا ۚ وَإِنَّكَ لَتَهدي إِلىٰ صِراطٍ مُستَقيمٍ
Artinya: “Dan Demikianlah kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”
Hadits nabi Muhammad SAW yang artinya: “Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikiranya, serta menasehati pula akan dirinya sendiri, menaruh perhatian serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh kemenangan ia.” (Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin hal 90).
Dari ayat Al-Qur’an dan Hadis Nabi  diatas dapat diambil titik relevansinya dengan atau sebagai dasar pendidikan agama, mengingat :
a)        Bahwa Al-Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kearah jalan hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan kearah jalan yang diridhai Allah SWT.
b)        Menuru hadis Nabi bahwa diantara sifat orang mu’min ialah saling menasehati untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan Islam.
c)        Al-Qur’an dan Hadis tersebut menerangkan bahwa Nabi adalah benar-benar memberi petunjuk kejalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memebrikan bimbingan, penyuluhan dan pendidikan Islam.
Prof. Dr. Moh. Athiyah al-Abrasyi dalam bukunya “Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam” menegaskan bahwa pendidikan agama adalah mendidik akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadhilah (keutamaan), membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya ikhlas dan jujur[4].
Menetapkan Al-Qur’an dan Hadis sebagai dasar pendidikan Islam bukan hanya dipandang sebagai kebenaran yang didasarkan pada keimanan semata. Namun justru karena kebenaran terdapat dalam dua dasar tersebut dapat diterima oleh akal manusia dan dapat dibuktikan dalam sejarah atau pengalaman kemanusiaan. Sebagai pedoman, al-Qur’an tidak ada keraguan padanya (Q.S. Al-Baqarah/2:2). Ia tetap terpelihara kesuciannya dan kebenarannya (Q.S.s ArRa’d/15:9), baik dalam pembinaan aspek kehidupan spiritual maupun aspek sosial budaya dan pendidikan. Demikian pula kebenaran hadis ssebaga dasar kedua bagi pendidikan Islam.  Kepribadian Rasul (Q.S. Al-Ahzab/33:21). Oleh karena itu prilakunya senantiasa terpelihara dan terkontrol ole Alllah SWT (Q.S. An-Najm/53:3-4).
Dalam pendidikan Islam, Sunnah Rasul mempunyai dua fungsi, yaitu: (1) Menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan menjelaskan hal-halyang tidak terdapat didalamnya, (2) Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasululllah bersama sahabat, perlakuannya terhadap anak-anak, dan pendidikan keimanan yang pernah dilakukannya[5].
Secara lebih luas, dasar pendidikan Islam menurut Sa’id Ismail Ali, sebagaimana dikutip Langgulung terdiri atas enam macam, yaitu; al-Qur’an, Sunnah, qaul shahabat, maalih al-mursalah, ‘urf dan pemikiran hasil dari ijtihad intelektual muslim[6]. Seluruh rangkaian dasar tersebut secara secara hierarki menjadi acuan pelaksanaan sistem pendidikan Islam.
Masyarakat selalu mengalami perubahan, baik pola-pola tingkah laku, organisasi, susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang dan sebagainya[7].
Pendidikan sebagai lembaga sosial akan turut mengalami perubahan sesuai dengan perubahan yang tejadi di masyarakat. Kita tahu perubahan-perubahan yang ada di zaman sekarang atau mungkin sepuluh tahun yang akan datang mestinya tidak dijumpai pada masa Rasulullah saw, tetapi memerlukan jawaban untuk kepentingan pendidikan di masa sekarang. Untuk itulah diperlukan ijtihad dari pada pendidik muslim. Ijtihad pada dasarnya merupakan usaha sungguh- sungguh orang muslim untuk selalu berprilaku berdasarkan ajaran Islam. Untuk itu manakala tidak ditemukan petunjuk yang jelas dari al-Qur`an ataupun Sunnah tentang suatu prilaku ,orang muslim akan mengerahkan segenap kemampuannya untuk menemukannya dengan prinsip-prinsip al-Qur`an atau Sunnah.
Ijtihad sudah dilakukan para ulama sejak zaman shahabat. Namun, tampaknya literatur-literatur yang ada menunjukkan bahwa ijtihad masih terpusat pada hukum syarak, yang dimaksud hukum syarak,menurut Ali Hasballah ialah proposisi-proposisi yang berisi sifat-sifat syariat (seperti wajib, haram, sunnat) yang di sandarkan pada perbuatan manusia, baik lahir maupun bathin[8]. Kemudian dalam hukum tentang perbuatan manusia ini tampaknya aspek lahir lebih menonjol ketimbang aspek bathin. Dengan perkataan lain, fiqih zhahir lebih banyak digeluti dari pada fiqih bathin. Karenanya, pembahasan tentang ibadat, muamalat lebih dominan ketimbang kajian tentang ikhlas, sabar, memberi maaf, merendahkan diri, dan tidak menyakiti orang lain. Ijtihad dalam lapangan pendidikan perlu mengimbangi ijtihad dalam lapangan fiqih (lahir dan bathinnya)  





[1] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka, Jakarta, 1994), hal. 211
[2] Ibid
[3] Achmadi, Ideologi pendidikan Islam Paadigma humnaisme teosentris, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005), cet I,  ha.81
[4] Moh. Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-daar Pokok Pendidikan Islam, Terj, Prof H. Bustani A. Goni dan Djohar Bahri LIS, Jakarta : Bulan Bintang, 1980. h. 15
[5] Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, h.47
[6] Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suat Analisa psikologi dan Pendididkan (Jakarta : Pustaka al-Husna,1989), h.38
[7] Soerjono Soekanto, Pokok - Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 198), hal. 67-88.
[8] Drs.  Noer Aly, MA, Ilmu Pendidikan Islam. Kudus: Perpustakaan kudus, hal. 48.

0 komentar:

Posting Komentar