Lulus dari Fakultas Hukum pada
tahun 1983 Mahfud bekerja sebagai dosen di almamaternya dengan status
sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Kekecewaannya pada hukum yang
menurutnya selalu dikalahkan oleh keputusan-keputusan politik
menyebabkan Mahfud ingin belajar Ilmu Politik. Dia melihat, bahwa hukum
tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya karena selalu diintervensi oleh
politik. Dia melihat bahwa energi politik selalu lebih kuat daripada
energi hukum sehingga ia ingin belajar ilmu politik.
Oleh sebab itu ketika ada kesempatan memasuki Program Pasca Sarjana S-2 dalam bidang ilmu politik (1985) di UGM, ia segera mengikutinya. Di sana, ia diberi kuliah oleh dosen-dosen ilmu politik yang sudah terkenal seperti Moeljarto Tjokrowinoto, Mohtar Mas’oed, Ichlasul Amal, Yahya Muhamin, Amien Rais, dan lain-lain. Keputusannya mengambil Ilmu Politik yang notabene berbeda dengan konsentrasinya di bidang hukum tata negara bukan tanpa konsekwensi. Sebab sebagai dosen (PNS), bila mengambil studi lanjut di luar bidangnya tidak akan dihitung untuk jenjang kepangkatan. Karena itulah selepas lulus dari Program S-2 Ilmu Politik, Mahfud kemudian mengikuti pendidikan doktor (S-3) dalam Ilmu Hukum Tata Negara di Program Pasca Sarjana UGM sampai akhirnya lulus sebagai doktor (1993). Disertasi doktornya tentang “politik hukum” cukup fenomenal dan menjadi bahan bacaan pokok di program pascasarjana bidang ketatanegaraan pada berbagai perguruan tinggi karena pendekatannya yang mengkombinasikan dua bidang ilmu yaitu ilmu hukum dan ilmu politik. Dalam sejarah pendidikan doktor di UGM, Mahfud tercatat sebagai peserta pendidikan doktor yang menyelesaikan studinya dengan cepat. Pendidikan S-3 di UGM itu diselesaikannya hanya dalam waktu 2 tahun 8 bulan. Sampai saat itu (1993) untuk bidang Ilmu-Ilmu Sosial di UGM hampir tidak ada yang bisa menyelesaikan secepat itu, rata-rata pendidikan doktor diselesaikan selama 5 tahun. Tentang kecepatannya menyelesaikan studi S-3 itu Mahfud mengatakan bukan karena dirinya pandai atau memiliki keistimewaan tertentu, malainkan karena ketekunan dan dukungan dari para promotornya yaitu Prof. Moeljarto Tjokrowinoto, Prof. Maria SW Sumardjono, dan Prof. Affan Gaffar. Selain selalu tekun membaca dan menulis di semua tempat untuk keperluan disertasinya, ketiga promotor tersebut juga mengirim Mahfud ke Amerika Serikat, tepatnya ke Columbia University (New York) dan Northern Illinois University (DeKalb) untuk melakukan studi pustaka tentang politik dan hukum selama satu tahun. Ketika melakukan studi pustaka di Pusat Studi Asia, Columbia University, New York Mahfud berkumpul dengan Artidjo Alkostar, senior dan mantan dosennya di Fakultas Hukum UII yang sekarang menjadi hakim agung, sedangkan ketika menjadi peneliti akademik di Northern Illinois University, DeKalb Mahfud berkumpul dengan Andi A. Mallarangeng yang sekarang menjadi juru bicara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ketika itu Andi Mallarangeng menjadi Ketua Perhimpunan Muslim di wilayah itu sehingga Mahfud diberi satu kamar tanpa menyewa di sebuah kamar yang dijadikan masjid dan tempat berkumpulnya keluarga mahasiswa muslim di berbagai negara. Mahfud tercatat sebagai dosen tetap Fakultas Hukum UII pertama yang meraih derajat doktor pada tahun 1993. Dia meloncat mendahului bekas dosen dan senior-seniornya di UII, bahkan tidak sedikit dari bekas dosen dan senior-seniornya yang kemudian menjadi mahasiswa atau dibimbingnya dalam menempuh pendidikan pascasarjana
Sejak
SMP, Mahfud remaja tertarik menyaksikan hingar bingar kampanye pemilu.
Disitulah bibit-bibit kecintaannya pada politik terlihat. Pada masa
kuliah kecintaannya pada politik semakin membuncah dan disalurkannya
dengan malang melintang diberbagai organisasi kemahasiswaan intra
universiter seperti Senat Mahasiswa, Badan Perwakilan Mahasiswa, dan
Pers Mahasiswa. Sebelumnya Mahfud juga aktif di organisasi ekstra
universiter Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Pilihannya pada HMI didorong
oleh pemahamannya terhadap medan politik di UII. Saat itu untuk bisa
menjadi pimpinan organisasi intra kampus harus berstempel sebagai
aktivis HMI. Namun dari beberapa organisasi intra kampus yang pernah ia
ikuti, hanya Lembaga Pers Mahasiswa yang paling ia tekuni. Sejarah
mencatat ia pernah menjadi pimpinan di majalah Mahasiswa Keadilan
(tingkat fakultas hukum), ia juga memimpin Majalah Mahasiswa Muhibbah
(tingkat universitas). Karena begitu kritis terhadap pemerintah Orde
Baru, Majalah Muhibbah yang pernah dipimpinnya pernah dibreidel sampai
dua kali. Pertama dibreidel oleh Pangkopkamtib Soedomo (tahun 1978) dan
terakhir dibreidel oleh Menteri Penerangan Ali Moertopo pada tahun 1983.
Profil Singkat
Sumber: http://www.mahfudmd.com/
|