PERAMPOK BERSERAGAM
Diposting oleh
Machmoud Rofi'ie
0
komentar
Pada dasarnya, peraturan adalah hal yang diharapkan untuk
kebaikan bagi orang yang diatur. Bukanlah alat untuk mengeruk keuntungan dari
orang yang diatur. Sementara fenomena umum yang sering terjadi adalah,
peraturan dibuat oleh penguasa ataupun orang yang diberi kuasa untuk
kepentingan pribadi ataupun kelompok guna mengeruk keuntungan-keuntungan
tertentu.
Dalam hal ini, para pengayom masyarakat atau petugas yang
dibayar oleh masyarakat untuk memberikan rasa aman dan tentram, malah
menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Bahkan mereka menjadi
momok yang ditakuti dan juga dibenci oleh masyarakat karena sudah tak lagi
mengayomi dan memberi rasa aman. Bahkan tak jarang, mereka mengambil dan
merampas hak-hak rakyat dengan dalih menegakkan peraturan.
Seperti yang sudah sangat lazim terjadi dan juga telah
menjadi rahasia umum, ketika mereka melakukan operasi lalu lintas, setiap
pengendara yang tidak dapat menunjukkan surat-suratnya, akan diberi penawaran
untuk dilanjutkan proses hukum atau dikenai denda Rp. 50.000,-. Bukankah ini
adalah pungutan liar? Dalam kasus diatas, masih beruntung ada penawaran, bahkan
tak jarang pula mereka langsung meminta Rp. 50.000,- kepada pengendara layaknya
begal jalanan.
Memang, dalam hal ini pengendara akan lebih memilih
memberikan Rp. 50.000,- nya ketimbang repot-repot melanjutkan ke proses hukum.
Lagi pula, dengan keadaan pemerintahan seperti sekarang ini, kepercayaan
masyarakat kepada orang-orang yang diamanahi untuk mengurusi urusan rakyat sudah
berkurang. Sehingga, akan banyak keraguan dan pertanyaan dalam hati rakyat,
kemana dan untuk apa uang denda tersebut? Apakah benar-benar untuk pembangunan
negeri atau masuk ke kantong-kantong oknum tak bertanggung jaawab?
Selain itu, jikalaupun mereka yang melakukan operasi
benar-benar menjalankan tugasnya dengan baik, dengan kata lain, tidak melakukan
pungutan liar dan memproses kesalahan pengendara (tidak bisa menunjukkan
surat-surat kendaraan) dengan hukum, akan tetap ada keganjilan. Bukankah untuk
mendapatkan SIM, pengendara harus membeli terlebih dahulu? Sebagai contoh saja,
untuk mendapatkan SIM, seorang pengendara harus melewati tes teori dan tes
praktek. Ketika si pengendara sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan tes teori
dengan baik dan benar, secara ajaib muncul nilai yang menunjukkan tidak lulus
dan jawaban yang tertera pada hasil tersebut tidak sesuai dengan jawaban yang
telah dia jawab. Di lain hari, dia kembali lagi dengan membayar kepada oknum
terntentu terlebih dahulu. Alhasil dengan tes yang asal-asalan, dia mendapat
SIM pada hari itu juga. Dan ajaibnya, beratus-ratus pengendara yang mendapatkan
SIM pada hari itu, melakukan hal yang sama. Dalam hatinya berkata, “pantas
walaupun sudah menjawab benar tetap tidak lulus, ternyata semua memakai uang.”
Bukankah ini namanya membeli SIM? Bahkan, bukankah ini
pemaksaan untuk mebeli SIM? Ketika manusia sudah tak lagi peduli dengan halal
dan haram, ini adalah bisnis yang sangat menyenangkan. Perampok berseragam. Wallahu
a’lam.
Kesulitan Belajar
Diposting oleh
Machmoud Rofi'ie
0
komentar
Postingan ini dibuat untuk memenuhi tugas matakuliah multimedia PAI IV B
Dibuat oleh: Mahmud Rofi'i
Dosen : Drs. Ahmad Hasyim Fauzan, M.Pd.I
1 Pengertian Kesulitan Belajar
Setiap siswa pada prinsipnya tentu berhak memperoleh peluang untuk mencapai
kinerja akademik (academic performance) yang memuaskan. Namun, dari kenyataan
sehari-hari tampak jelas bahwa siswa itu memiliki perbedaan dalam hal kemampuan
intelektual, kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan
belajar yang terkadang sangat mencolok antara seorang siswa dengan siswa
lainnya.
Sementara itu,
penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah kita pada umumnya hanya ditujukan
kepada para siswa yang berkemampuan rata-rata, sehingga siswa yang berkemampuan
lebih atau yang berkemampuan kurang itu terabaikan. Dengan demikian, siswa-siswa yang berkategori
“di luar rata-rata” itu (sangat pintar dan sangat bodoh) tidak mendapat
kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya.
Kesulitan belajar adalah kondisi dimana anak
dengan kemampuan intelegensi rata-rata atau di atas rata-rata, namun memiliki
ketidakmampuan atau kegagalan dalam belajar yang berkaitan dengan hambatan
dalam proses persepsi, konseptualisasi, berbahasa, memori, serta pemusatan
perhatian, penguasaan diri, dan fungsi integrasi sensori motorik (Clement, dalam
Weiner, 2003). Berdasarkan pandangan Clement tersebut maka pengertian kesulitan
belajar adalah kondisi yang merupakan sindrom multidimensional yang
bermanifestasi sebagai kesulitan belajar spesifik (spesific learning
disabilities), hiperaktivitas dan/atau distraktibilitas dan masalah emosional
Dari sini timbullah apa yang disebut kesulitan belajar (learning
difficulty) yang tidak hanya menimpa siswa berkemampuan rendah saja, tetapi
juga dialami oleh siswa yang berkemampuan tinggi. Selain itu kesulitan belajar
juga dapat dialami oleh siswa yang berkemampuan rata-rata (normal) disebabkan
oleh faktor-faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja akademik yang
sesuai dengan harapan.
2 Faktor-faktor Kesulitan
Belajar
Fenomena kesulitan
belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik
atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan
perilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas,
mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk kuliah, dan sering minggat dari
sekolah.
Secara garis besar,
faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam.
1.
Faktor intern siswa, yakni
hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam siswa sendiri.
2.
Faktor ektern siswa, yakni
hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri siswa.
Kedua faktor ini meliputi aneka ragam hal dan keadaan yang antara lain
tersebut dibawah ini.
A.
Faktor intern siswa
Faktor intern siswa meliputi gangguan atau ketidakmampuan psiko-fisik
siswa, yakni:
1.
Yang bersifat kognitif (ranah
cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi siswa;
2.
Yang bersifat afektif (ranah
rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap;
3.
Yang bersifat psikomotor
(ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat indera penglihatan
dan pendengar (mata dan telinga)
a. Fisiologi
Faktor
fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang
sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima
pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit factor
fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya
masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi
cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta
gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu,
dan lain sebagainya.
b.
Psikologis
Faktor
psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada
dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya
memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga
termasuk dalam factor psikoogis ini adalah intelligensi yang dimiliki oleh
anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140), atu genius (lebih dari 140)
memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak
yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah
walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki
IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami
kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka orang tua, serta guru perlu mengetahui
tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya. Selain IQ factor psikologis
yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat,
minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe anak dalam
belajar.
B. Faktor ektern siswa
Faktor ektern siswa meliputi semua situasi dan
kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Dari
lingkungannya dibagi menjadi 3 macam:.
1.
Lingkungan keluarga,
contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara ayah dan ibu, dan rendahnya
kehidupan ekonomi keluarga.
2.
Lingkungan
perkampungan/masyarakat, contohnya: wilayah perkampungan kumuh (slum area), dan
teman sepermainan (peer group) yang nakal.
3.
Lingkungan sekolah, contohnya:
kondisi dan letak gedung yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru serta
alat-alat belajar yang berkualitas rendah.
Adapun faktor-faktor ekternnya adalah sebagai berikut:
a.
Social. Yaitu
faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah.
Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda
dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu
diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak,
apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya
juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak
b.
Non-social
Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi
penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah factor guru di sekolah,
kurikulum dan sebagainya.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli yang menaruh perhatian terhadap masalah kesulitan belajar, ditemukan sejumlah faktor penyebabnya, diantaranya
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli yang menaruh perhatian terhadap masalah kesulitan belajar, ditemukan sejumlah faktor penyebabnya, diantaranya
1. Keturunan
Di
Swedia, Hallgren melakukan penelitian dengan objek keluarga dan menemukan
rata-rata anggota tersebut mengalami kesulitan dalam membaca, menulis dan
mengija, setelah diteliti secara lebih mendalam, ternyata salah satu faktor
penyebabnya adalah faktor keturunan.
2. Otak
Ada
pendapat yang menyatakan bahwa anak yang lamban belajar mengalami gangguan pada
syaraf otaknya. Pendapat ini telah menjadi perdebatan yang cukup sengit.
Beberapa peneliti menganggap bahwa terdapat kesamaan ciri pada perilaku anak
yang mengalami kelambanan atau kesulitan belajar dengan anak yan ab-normal.
Hanya saja anak yang lamban atau kesulitan belajar memiliki adanya sedikit
tanda cedera pada otak, oleh karena itu para ahli tidak terlalu menganggap
cedera otak sebagai penyebabnya, kecuali ahli syaraf membuktikan ini.
3. Pemikiran
Siswa
yang mengalami kesulitan belajar akan menmgalami kesulitan dalam menerima
penjelasan tentang pelajaran. Salah satu penyebabnya adalah mereka tidak dapat
mengorganisasikan cara berpikir secara baik dan sistematis. Para ahli
berpendapat bahwa mereka perlu dilatih berulang-ulang, dengan tujuan
meningkatkan daya belajarnya.
4. Gizi
Berdasarkan
penelitian para ahli yang dilakukan terhadap anak-anak dan binatang, ditemukan
bahwa ada kaitan yang erat antara kesulitan belajar dengan kekurangan gizi.
Artinya, kekurangan gizi menjadi salah satu penyebab terjadinya kelambanan atau
kesulitan belajar.
5. Lingkungan
Faktor-faktor lingkungan adalah hal-hal yang tidak menguntungkan yang dapat
nengganggu perkembngan mental anak, baik yang terjadi di dalam keluarga,
sekolah maupun lingkungan masyarakat. Meskipun faktor ini dapat pengaruhi kesulitan
belajar, tetapi bukan satu-satunya faktor penyebab terjadinya kesulitan
belajar. Namun, yang pasti faktor tersebut dapat mengganggu ingatan dan daya konsentrasi
anak.
6. Biokimia
Pengaruh
penggunaan obat atau bahan kimia lain terhadap kesulitan belajar masih menjadi
kontroversi. Penelitian yang dilakukan oleh Adelman dan Comfers (dalam Kirk
& Ghallager, 1986) menemukan bahwa obat stimulan dalam jangka pendek dapat
mengurangi hiperaktivitas. Namun beberapa tahun kemudian penelitian Levy (dalam
Kirk & Ghallager, 1986) membuktikan hal yang sebaliknya. Penemuan
kontroversial oleh Feingold menyebutkan bahwa alergi, perasa dan pewarna buatan
hiperkinesis pada anak yang kemudian akan menyebabkan kesulitan belajar. Ia
lalu merekomendasikan diet salisilat dan bahan makanan buatan kepada anak-anak
yang mengalami kesulitan belajar.
Selain faktor-faktor yang bersifat umum diatas, adapula faktor yang yang
juga menimbulkan kesulitan belajar siswa. Diantara faktor-faktor yang dapat
dipandang sebagai faktor khusus ini ialah sindrom psikologis berupa learning
disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome) yang berarti satuan
gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis (Reber,1998)
yang menimbulkan kesulitan belajar itu.
1.
Disleksia (dyslexia), yakni
ketidakmampuan membaca.
2.
Disgrafia (dysgraphia), yakni
ketidakmampuan belajar menulis.
3.
Diskalkulia (dyscalculia),
yakni ketidakmampuan belajar matematika.
Akan tetapi, siswa yang mengalami sindrom-sindrom diatas secara umum
sebenarnya memiliki potensi IQ yang normal bahkan diantaranya ada yang memiliki
kecerdasan diatas rata-rata. Oleh karenanya, kesulitan belajar siswa yang
menderita sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya minimal
brain dysfunction, yaitu gangguan ringan pada otak (Lask, 1985: Rebert, 1988).
2.3 Diagnosis Kesulitan
Belajar
Sebelum menetapkan
alternatif pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan
terlebih dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenal gejala dengan cermat)
terhadap fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang
melanda siswa tersebut. Upaya seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan menetapkan “jenis
penyakit” yakni jenis kesulitan belajar siswa.
Dalam melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas
langkah-langkah tertentu yang diorientasikan pada ditemukannya kesulitan
belajar jenis tertentu yang dialami siswa. Prosedur seperti ini dikenal sebagai
“diagnostik” kesulitan belajar.
2.4 Jenis Kesulitan Belajar
Jenis kesulitan belajar ini dapat dikelompokkan
menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut: Dilihat dari jenis kesulitan belajar:
ada yang berat ada yang sedang. Dilihat dari bidang studi yang dipelajari: ada
yang sebagian bidang studi yang dipelajari, dan ada yang keseluruhan
bidang studi. Dilihat dari sifat kesulitannya: ada yang sifatnya permanen /
menetap, dan ada yang sifatnya hanya sementara. Dilihat dari segi factor
penyebabnya: ada yang Karena factor intelligensi, dan ada yang karena factor
bukan intelligensi.Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan
dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat
menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami
kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa yang justru dalam
belajarnya mengalami berbagai kesulitan.
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya
hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat
psikologis, sosiologis, maupun fisiologis. Kesulitan belajar siswa mencakup
pengetian yang luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning
disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning
diasbilities.
1. Learning
Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang
terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang
mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi
belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang
bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi
yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras
seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam
belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2. Learning
Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak
berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan
adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis
lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan
sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih
bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai dengan baik.
3. Under
Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi
intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong
rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat
kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya
biasa-biasa saja atau rendah.
4. Slow
Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar,
sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa
lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5. Learning
Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak
mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi
intelektualnya.
2.5 Karakteristik Kesulitan Belajar
Menurut Valett (dalam Sukadji, 2000) terdapat tujuh karakteristik yang
ditemui pada anak dengan kesulitan belajar. Kesulitan belajar disini diartikan
sebagai hambatan dalam belajar, bukan kesulitan belajar khusus.
1) Sejarah kegagalan akademik berulang
kali Pola kegagalan dalam mencapai prestasi belajar ini terjadi berulang-ulang.
Tampaknya memantapkan harapan untuk gagal sehingga melemahkan usaha.
2)
Hambatan fisik/tubuh atau
lingkungan berinteraksi dengan kesulitan belajar
Adanya kelainan fisik, misalnya penglihatan yang kurang jelas atau pendengaran yang terganggu berkembang menjadi kesulitan belajar yang jauh di luar jangkauan kesulitan fisik awal.
Adanya kelainan fisik, misalnya penglihatan yang kurang jelas atau pendengaran yang terganggu berkembang menjadi kesulitan belajar yang jauh di luar jangkauan kesulitan fisik awal.
3)
Kelainan motivasional Kegagalan
berulang, penolakan guru dan teman-teman sebaya, tidak adanya reinforcement.
Semua ini ataupun sendiri-sendiri cenderung merendahkan mutu tindakan,
mengurangi minat untuk belajar, dan umumnya merendahkan motivasi atau
memindahkan motivasi ke kegiatan lain.
4)
Kecemasan yang samar-samar,
mirip kecemasan yang mengambang Kegagalan yang berulang kali, yang
mengembangkan harapan akan gagal dalam bidang akademik dapat menular ke
bidang-bidang pengalaman lain. Adanya antisipasi terhadap kegagalan yang segera
datang, yang tidak pasti dalam hal apa, menimbulkan kegelisahan,
ketidaknyamanan, dan semacam keinginan untuk mengundurkan diri. Misalnya dalam
bentuk melamun atau tidak memperhatikan.
5)
Perilaku berubah-ubah, dalam
arti tidak konsisten dan tidak terduga Rapor hasil belajar anak dengan
kesulitan belajar cenderung tidak konstan. Tidak jarang perbedaan angkanya
menyolok dibandingkan dengan anak lain. Ini disebabkan karena naik turunnya
minat dan perhatian mereka terhadap pelajaran. Ketidakstabilan dan perubahan
yang tidak dapat diduga ini lebih merupakan isyarat penting dari rendahnya
prestasi itu sendiri
6)
Penilaian yang keliru karena
data tidak lengkap Kesulitan belajar dapat timbul karena pemberian label kepada
seorang anak berdasarkan informasi yang tidak lengkap. Misalnya tanpa data yang
lengkap seorang anak digolongkan keterbelakangan mental tetapi terlihat
perilaku akademiknya tinggi, yang tidak sesuai dengan anak yang keterbelakangan
mental.
7)
Pendidikan dan pola asuh yang
didapat tidak memadai Terdapat anak-anak yang tipe, mutu, penguasaan, dan
urutan pengalaman belajarnya tidak mendukung proses belajar. Kadang-kadang
kesalahan tidak terdapat pada sistem pendidikan itu sendiri, tetapi pada
ketidakcocokan antara kegiatan kelas dengan kebutuhan anak. Kadang-kadang
pengalaman yang didapat dalam keluarga juga tidak mendukung kegiatan belajar .
2.6 Ciri-Ciri Kesulitan
Belajar dan Gejalanya
1. Gangguan Persepsi Visual
· Melihat huruf/angka dengan posisi yang berbeda
dari yang tertulis, sehingga seringkali terbalik dalam menuliskannya kembali.
· Sering
tertinggal huruf dalam menulis. Menuliskan kata dengan urutan yang salah
misalnya: ibu ditulis ubi.
· Kacau
(sulit memahami) antara kanan dan kiri.
· Bingung
membedakan antara obyek utama dan latar belakang.
· Sulit
mengkoordinasi antara mata (penglihatan) dengan tindakan (tangan, kaki dan lain-lain).
2. Gangguan Persepsi Auditori
a. Sulit membedakan bunyi; menangkap secara berbeda apa yang didengarnya.
b. Sulit memahami perintah, terutama
beberapa perintah sekaligus.
c. Bingung/kacau dengan bunyi yang datang dari berbagai penjuru (sulit
menyaring) sehingga susah mengikuti diskusi, karena sementara mencoba memahami apa yang sedang
didengar, sudah datang suara (masalah) lain.
3. Gangguan Belajar Bahasa
- Sulit memahami/menangkap apa yang dikatakan orang kepadanya.
- Sulit mengkoordinasikan/mengatakan apa yang sedang dipikirkan.
4. Gangguan Perseptual-Motorik
• Kesulitan motorik halus (sulit mewarnai, menggunting, menempel,
dsb.)
• Memiliki masalah dalam koordinasi dan disorientasi yang
mengakibatkan canggung dan kaku dalam gerakannya.
5. Hiperaktivitas
- Sukar mengontrol aktifitas motorik dan selalu bergerak (tak bisa
diam)
- Berpindah-pindah dan satu tugas ke tugas lain tanpa
menyelesaikannya
6. Kacau (distractability)
· Tidak dapat membedakan stimulus
yang penting dan tidak penting
· Tidak teratur, karena tidak
memiliki urutan- urutan dalam proses pemikiran
· Perhatiannya sering berbeda
dengan apa yang sedang dikerjakan
Langganan:
Postingan (Atom)